Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa
nifas merupakan periode penting setelah proses kelahiran. Masa ini merupakan
masa kritis baik bagi ibu maupun janinnya karena rawan terjadi komplikasi.Diperlukan
pengawasan secara intensif oleh bidan maupun tenaga kesehatan lainnya
Di
Indonesia, angka kematian ibu pada masa nifas masih sangat tinggi yaitu
mencapai . Masih
tingginya angka kematian ibu (AKI) khususnya pada masa nifas di Indonesia
menunjukkan masih banyaknya persoalan dan masalah yang dihadapi dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup perempuan di bidang kesehatan.Oleh karena itu
diperlukan tenaga kesehatan yang terlatih khususnya bidan, agar mampu tanggap
terhadap berbagai macam permasalahan yang mungkin muncul.
Bidan harus memiliki kemampuan atau kualitas
yang baik untuk mencegah dan memberikan pertolongan pertama sesuai dengan
batasan wewenangnya sehingga angka kematian ibu secara tidak langsung dapat
dikurangi.Peningkatan keterampilan dan wawasan
seorang bidan mutlak diperlukan untuk memberikan pelayanan optimal dan
memberikan edukasi bagi pasien untuk mengetahui tanda – tanda kelainan
(abnormalitas) yang terjadi pada dirinya. Karena berbagai macam perubahan yang
terjadi selama masa nifas dapat menjadi kecemasan bagi ibu dan berpengaruh pada
psikologinya.
Agar
dapat memberikan pendidikan atau edukasi pada pasien, maka bidan wajib memahami
berbagai hal yang berhubungan dengan masa nifas. Pengetahuan tentang berbagai
perubahan fisiologis dan psikologi menunjang asuhan yang diberikan sehingga
bidan mampu membedakan kasus fisiologis dan patologis serta mampu merencanakan
dan memberi asuhan.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penulisan
makalah ini adalah :
1. Apa
yang dimaksud dengan masa nifas?
2. Bagaimana
proses yang terjadi pada involusi dan sub involusi?
3. Bagaimana
perubahan lochea pada masa nifas?
4. Apa
saja perubahan fisiologis sistem kardiovaskuler pada masa nifas?
5. Apa
saja perubahan fisiologis sistem hematologi pada masa nifas?
6. Apa
saja perubahan fisiologis sistem pencernaan pada masa nifas?
7. Apa
saja perubahan fisiologis sistem ekskresi pada masa nifas?
8. Apa
saja perubahan psikologis pada masa nifas?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari masa
nifas.
2. Untuk mengetahui proses involusi dan sub
involusi
3. Untuk mengetahui perubahan lochea pada
masa nifas.
4. Untuk mengetahui perubahan
fisiologis sistem kardiovaskuler pada masa nifas
5. Untuk mengetahui
perubahan fisiologis sistem hematologi pada masa nifas
6. Untuk mengetahui perubahan
fisiologis sistem pencernaan pada masa nifas
7. Untuk mengetahui fisiologis
sistem ekskresi pada masa nifas
8. Untuk mengetahui perubahan
psikologis pada masa nifas
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat – alat kandung kembali seperti pra hamil.
Lamanya masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar, 1998).
Masa nifas
(postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer”
yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan. Masa
nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Proses pemulihan ini,
biasanya berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan
akan pulih dalam waktu 3 bulan. Darah yang keluar di masa
nifas merupakan pembersihan terhadap sisa-sisa kehamilan. Pada umumnya keluar sampai
jangka waktu 40 hari. Setelah masa nifas selesai, diperkirakan
fungsi alat-alat reproduksi telah normal kembali seperti sebelum hamil, karena
itu menstruasi sudah dapat terjadi lagi. Pada
wanita yang tidak memberikan ASI kepada bayinya, 80% akan mendapatkan
menstruasinya kemabali dalam 20 minggu setelah melahirkan. Pada wanita yang
memberikan ASI kepada bayinya, proses kembalinya menstruasi akan berlangsung
lebih lambat. Meskipun demikian, tidak menyingkirkan pula bahwa seorang wanita
dapat mengalami menstruasi kembali dalam 1 bulan setelah melahirkan, karena
proses menstruasi diatur oleh kadar hormon di dalam tubuh dan hal ini
berbeda-beda pada setiap orang.
Periode masa nifas di bagi
menjadi tiga yaitu sebagai berikut :
1.
Periode immediate post partum
Masa segera setelah plasenta
lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah
seperti perdarahan.
2.
Periode early post partum ( 24 jam – 1 minggu )
Masa dimana involusi uterus
harus di pastikan dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokea tidak berbau
busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat
menyusui dengan baik.
3.
Periode late post partum ( 1- 5 minggu )
Masa dimana perawatan dan
pemeriksaan kondisi sehari- hari, serta konseling KB.
Nifas dapat dibagi kedalam 3
periode yaitu:
1. Puerperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu
kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
3.
Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali
dan sehat sempurnah baik selama hamil atau sempurna berminggu – minggu,
berbulan – bulan atau tahunan.
B.
Proses
involusi dan sub involusi
Involusi uterus atau
pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum
hamil dengan bobot hanya 40 gram. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari
desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic ( layu / mati ).
Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah
dan desidua tersebut dinamakan lochea, yang biasanya berwarna merah muda atau
putih pucat. Perubahan ini dapat di ketahui dengan melakukan pemeriksaan
palpasi untuk meraba dimana TFU nya ( tinggi fundus uteri ).
1.
Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat
1000 gram.
2.
Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari dibawah pusat.
3.
Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis
dengan berat 500 gram.
4.
Pada 2 minggu post partum, TFU teraba di atas simpisis dengan
berat 350 gram.
5.
Pada 6 minggu post partum, fundus uteri mengecil ( tak teraba )
dengan berat 50 gram.
Proses involusi uterus
adalah sebagai berikut :
1. Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan
otot yang telah mengendor hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan
lebar nya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan.
2. Terdapat polymorph
phagolitik dan makrofak didalam system vascular dan system limfatik.
3. Efek oksistosin ( cara
bekerjanya oksitosin )
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan
retraksi otot uteri sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs
atau tempat implantasi plasenta, serta mengurangi perdarahan.
4. Atrofi jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya
estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap
penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain
perubahan atrofi pada otot- otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi
dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi
endometrium yang baru.
C.
Perubahan Lochea pada
masa nifas
Lochea adalah ekskresi
cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat
membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lochea mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea mengalami
perubahan karena proses involusi. Lochea, mula-mula berwarna merah kemudian berubah menjadi
merah tua atau merah coklat. Lochea rubra pertama mengandung darah dan debrus
desidua serta debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah muda atau
coklat setelah 3-4 hari (lokia serosa). Lochea
serosa terdiri darah lama, serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar
10 hari setelah bayi lahir warna cairan menjadi kuning sampai putih (lokia
alba).lokia alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan
bakteri.lokia alba bisa bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir.
Pengeluaran lokia
menurut masa involusi
Lokia
|
Waktu
|
Warna
|
Ciri-ciri
|
Rubra
|
1-3 hari
|
Merah kehitaman
|
Terdiri
dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa
darah.
|
Sanginolenta
|
3-7 hari
|
Putih bercampur merah
|
Sisa darah bercampur lendir
|
Serosa
|
7-14 hari
|
Kekuningan/
kecoklatan
|
Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri
dari leukosit dan robekan laserasi plasenta
|
Alba
|
>14 hari
|
Putih
|
Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati.
|
Lokea
yang menetap pada awal periode post partum menunjukan adanya tanda- tanda
perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau
selaput plasenta. Lokea alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya
endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila
terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang di sebut dengan “
lokea purulenta “. Pengeluaran lokea yang tidak lancar disebut dengan “ lokea
statis “.
D.
Perubahan
Fisiologis Pada sistem kardiovaskuler
Volume
darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh
darah uterin,
meningkat selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang dengan cepat mengurangi
volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi
daripada normal. Plasma
darah tidak
banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.Aliran ini terjadi
dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan
banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesterone membantu mengurangi retensi cairan
yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan. Kehilangan darah pada
persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan
persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi dari
volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan pervaginam, hemokonsentrasi
akan naik dan pada persalinan seksio sesaria, hemokonsentrasi cenderung stabil
dan kembali normal setelah 4-6 minggu. Pasca melahirkan, suhu akan hilang
tiba-tiba. Volume darah ibu relative akan bertambah. Keadaan ini akan
menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi
dengan mekanisme kompensasi dengan
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume
darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga
sampai kelima post partum.
E.
Perubahan
Fisiologis Pada sistem Hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor
pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post
partum,
kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun
tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan
darah.Leukositosis adalah meningkatnya jumlah
sel-sel darah putih sebanyak 15.000 selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama
beberapa hari pertama masa post
partum.
Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000
tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post
partum,
jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi. Hal ini
disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume
darah yang
berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Kira-kira selama
kelahiran dan masa post partum, terjadi kehilangan darah sekitar 200-500
ml.Penurunan volume dan penibgkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan
dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan
akan kembali normal dalam 4-5 minggu post partum.
F.
Perubahan
Fisiologis Pada sistem Pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya
kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestroldarah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca
melahirkan,
kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk
kembali normal.
Pasca
melahirkan, biasanya
ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsimakanan. Pemulihan nafsu
makan diperlukan
waktu 3–4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan
selama satu atau dua har
Secara khas, penurunan tonus
dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat
setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian
tonus dan motilitas ke keadaan normal
Pasca
melahirkan, ibu
sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelummelahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan
lahir. Sistem
pencernaanpada
masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
G.
Perubahan
Fisiologis Pada sistem Eskresi
Buang air kecil sering
sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema
leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan
tulang pubis selama persalinan.Urine dalam jumlah yang besar akan dihasilkan
dalam waktu 12-36 jam sesuadah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar
hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang
mencolok.Keadaan ini menyebabkan deuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali
normal dalam waktu 6 minggu.
Dinding kandung kencing memperlihatkan oedem
dan hyperemia. Kadang-kadang oedema trigonum, menimbulkan abstraksi dari uretra
sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang
sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau
sesudah kencing masih tertinggal urine residual (normal + 15
cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan
terjadinya infeksi.
Dilatasi ureter dan
pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan (poliurie) antara
hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai
akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang
hematuri akibat proses katalitik involusi. Acetonurie terutama setelah partus
yang sulit dan lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena
kegiatan otot-otot rahim dan karena kelaparan. Proteinurine akibat dari
autolisis sel-sel otot.
H.
Perubahan
Psikologis Pada Masa Nifas
Adaptasi psikososial pada waktu post
partum di bagi menjadi 3 periode :
1. Periode Taking In.
1) Periode ini terjadi 1-2 hari
sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung, kekhawatiran
akan tubuhnnya.
2) Ia akan mungkin mengulang
pengalamannya pada waktu bersalin dan melahirkan.
3) Tidur sangat penting bila ibu
ingin mencegah gangguan tidur, pusing, iritable, interverensi dengan proses
pengembalian keadaan normal.
4) Peningkatan nutrisi mungkin
dibutuhkan karena selera makan ibu biasanya berkurang, berkurangnya nafsu makan
menandakan pengendalian kondisi ibu yang tidak berlangsung normal.
2. Periode Taking Hold.
1) Periode ini berlangsung pada hari
ke 2-4 hari post partum. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang
tua yang sukses dan mcningkatkan tanggung jawab terhadap bayinya.
2) Ibu berkonsentrasi pada
pengontrolan fungsi tubuhnya, BAD, BAK, kekuatan dan ketahanan tubuhnya.
3) Ibu berusaha keras untuk
menguasai tentang keterampilan perawatan bayi misalnya menggendong, menyusui,
memandikan dan memasang popok.
Pada masa ini ibu agak sensitif dan
merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tersebut cenderung menerima nasehat
bidan atau perawat karena ia terbuka untuk menerima pengetahuan dan kritikan
yang bersifat pribadi. Pada tahap ini bidan penting memperhatikan perubahan
yang mungkin terjadi.
3. Periode Letting Go.
1) Periode ini biasanya setelah
pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang
diberikan oleh keluarga.
2) Ibu mengambil tanggung jawab
terhadap perawatan bayi, ia harus beradaptasi terhadap kebutuhan bayi yang
sangat tergantung yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan
sosial.
3) Defresi post
partum umumnya terjadi pada periode ini.
Defresi post partum
1. Banyak ibu mengalami perasaan
“Let Down” setelah melahirkan, sehubungan dengan seriusnya pengalaman waktu
melahirkan dan keraguan akan kemampuan untuk mengatasi secara efektif dalam
membesarkan anak.
2. Umumnya
defresi ini sedang dan mudah berubah, dimulai 2-3 hari setelah melahirkan dan
dapat diatasi antara 1-2 minggu kemudian.
3. Jarang, agak
jarang defresi sedang mengalami sikosis post partum atau menjadi patologis.